Kembali UAN di ambang pintu. Para siswa-siswi SD, SMP, dan SMA khususnya sibuk mempersiapkan diri dengan mengikuti berbagai bimbingan belajar baik di Sekolah maupun di luar Sekolah. Try out-try out juga digelar hampir tiap pekan di Sekolah masing masing. Pihak sekolah termasuk Kepala Sekolah dan guru-guru juga sibuk mempersiapkan siswa-siswinya. Mulai dari mengadakan try out yang diberikan oleh Diknas atau Instansi terkait lainnya, mengadakan Les tambahan sore harinya, sampai melakukan analisis terhadap soal-soal try out dan daya serap siswa terhadap soal-soal tersebut.
Tak sedikit siswa yang merasa terbebani dan stress. Mereka mengalami keletihan baik fisik maupun mental. Mereka menganggap bahwa Ujian Nasional benar-benar sebuah fenomena "mengerikan" yang sangat menentukan masa depan mereka. Dan tak sedikit pula guru-guru yang merasa sangat amat terbebani. Takut dan cemas jika para siswa-siswi didiknya tak lulus. Dan tentu saja, tak ketinggalan para Kepala Sekolah pun merasa was-was, jika sampai siswa-siswinya banyak tidak lulus maka nama baik sekolahlah taruhannya.
Sering kita dengar "Pendidikan Sepanjang Hayat", learning all the time...Bahwa sekolah tempat dimana para siswa diharapkan dapat menghayati bahwa belajar adalah sebuah proses seumur hidup. Belajar adalah sebuah kebiasaan hidup. Belajar di sekolah merupakan proses pembentukan pribadi yang siap melakukan sesuatu yang bermanfaat dalam hidup.
Namun dengan adanya UAN, sepertinya konsep pendidikan sepanjang hayat pun hanya akan terurai dalam lembar - lembar soal Ujian.
Supported by :
3 komentar:
betul tu mas .....
saya setuju......
Selama 3 Tahun itu cuma di tentukan dengan lembar-lembaran kertas......
semoga bermanfaat ya artikel nya kak..
numpang post kak DUDU DOMINO
Posting Komentar