Have an account?

Selasa, 06 April 2010

Perilaku Nyontek dalam Pendidikan

Menyontek memang bukan hal yang baru dalam dunia pendidikan, yang biasanya dilakukan oleh seorang atau sekelompok siswa/mahasiswa pada saat menghadapi ulangan atau ujian, misalnya dengan cara melihat catatan atau melihat pekerjaan teman atau orang lain. Sebenarnya, secara formal setiap sekolah atau institusi pendidikan lainnya pasti telah memiliki aturan baku yang melarang para siswanya untuk melakukan tindakan menyontek. Namun kadang kala dalam prakteknya sangat sulit untuk menegakkan aturan yang satu ini, pemberian sanksi atas tindakan nyontek yang tidak tegas dan tidak konsisten merupakan salah satu faktor maraknya perilaku nyontek.

Semakin berkembangnya teknologi informasi,dengan hadirnya internet ketika para siswa atau mahasiswa diberi tugas oleh guru atau dosen untuk membuat makalah atau karya ilmiah, banyak yang meng-copy- paste berbagai tulisan yang ada dalam internet.

Yang lebih mengerikan justru tindakan nyontek dilakukan secara terrencana dan konspiratif antara siswa dengan guru, tenaga kependidikan (baca: kepala sekolah, birokrat pendidikan, pengawas sekolah, dll) atau pihak-pihak lainnya yang berkepentingan dengan pendidikan, seperti yang terjadi pada saat Ujian Nasional.

Hal ini merupakan tindakan amoral yang sangat luar biasa, justru dilakukan oleh orang-orang yang berlabelkan “pendidikan”. Mereka secara tidak langsung telah mengajarkan kebohongan kepada siswanya, dan telah mengingkari hakikat dari pendidikan itu sendiri. Sekolah-sekolah yang permisif terhadap perilaku nyontek dengan berbagai bentuknya, sudah semestinya ditandai sebagai sekolah berbahaya, karena dari sekolah-sekolah semacam inilah kelak akan lahir generasi masa depan pembohong dan penipu yang akan merugikan banyak orang. Mereka yang melakukan perilaku nyontek pada umumnya memiliki kelemahan dalam perkembangan moralnya, mereka belum memahami dan menyadari mana yang baik dan buruk dalam berperilaku. Selain itu, perilaku nyontek boleh jadi disebabkan pula oleh kurangnya harga diri dan rasa percaya diri, Padahal kedua aspek psikologi inilah yang justru lebih penting dan harus dikembangkan melalui pendidikan untuk kepentingan keberhasilan masa depan siswanya

Supported by :

0 komentar:

Posting Komentar